I
  • Home
  • About Us
  • Program
  • Documentation
  • Blog

Cerita Penggerak

Wonder Mother of Ikana Mukamat

5/5/2020

0 Comments

 
Picture

Pernah merasakan tinggal di kampung Ikana Mukamat, Distrik Kais Darat, Kabupaten Sorong Selatan membuatku sungguh kagum dengan sosok ‘mama’ di sina. Bayangkan saja, hampir sebagian besar pekerjaan rumah dikerjakan oleh mama. Ketika mendengar kata ‘pekerjaan rumah’, yang muncul di pikiran kita sebagian besar adalah memasak, mencuci piring, mencuci pakaian, merapikan rumah, mengasuh anak, dan pekerjaan lain yang umumnya dilakukan oleh sosok ‘wanita’. Di sini, peran mama jauh lebih besar daripada itu .

Peran sebagai pencari nafkah yang secara umum dilakukan oleh sosok ‘bapak’, diambil alih juga oleh mama. Eits, mungkin ketika mendengar kata ‘pencari nafkah’, yang dipikirkan adalah sosok yang bekerja dan mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Di sini, dalam konteks Papua pedalaman yang masih hidup secara tradisional , maka konsep pencari nafkah agak berbeda dengan di kota besar. Pencari nafkah tidak hanya terbatas pada bekerja dan mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Di sini, pencari nafkah itu artinya bekerja (berkebun) dan memanen hasil kebun untuk kebutuhan keluarga sehari-hari.

Mungkin ketika mendengar kata ‘berkebun’, yang terbayang adalah kegiatan menanam bunga di taman. Tentunya, di sini berbeda (lagi). Kegiatan berkebun itu dimulai dari membuka lahan dengan pembakaran atau pembabatan tanaman liar (biasanya dibantu oleh bapak), pembersihan lahan, hingga penanaman kasbi (singkong), pisang, keladi, pepaya, sayur kasbi, kangkung, gedi, rica (cabe), bayam. Hampir setiap hari, mama pergi ke kebun dan memanen hasil kebun untuk dibawa ke rumah dan dimasak untuk konsumsi keluarga.
Lokasi kebun tidaklah dekat atau berada tepat di samping ataupun belakang rumah. Mencapai kebun, mama harus berjalan menuju dermaga sekitar 10 menit, kemudian menyeberangi kali (sungai) Kais menggunakan perahu kecil (mendayung), sekitar 10 menit. Sesampainya di seberang, perjalanan masih dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 10 menit untuk kebun terdekat, dan bisa 20 menit untuk kebun terjauh. Perjalanan masih bisa dibilang mudah ketika menuju kebun. Akan tetapi, ketika dari kebun menuju kampung, perjalanan tidak bisa lagi disebut mudah dengan adanya bawaan hasil kebun berupa kasbi, pisang, dan sayuran. Kalau hanya sayur masih tidak seberapa, tapi jika sudah membawa kasbi dan pisang. Pu berat apa. Hasil panen yang dibawa tidaklah sedikit karena akan dikonsumsi untuk 2-3 hari, dan biasanya itu tidak hanya untuk keluarga di rumah, tetapi untuk keluarga yang tinggal di rumah lain ataupun tetangga. Jadi, bayangkan saja banyaknya seberapa. Untuk membawa hasil panen tersebut, mama menggunakan noken (tas) yang terbuat dari karung beras dan dipikul di atas kepala.
Tidak hanya itu, hal lain yang juga bisa dilakukan mama adalah menjadi ‘motorist’ ketinting (perahu bermesin). Kemampuan ini perlu dimiliki karena ada beberapa lokasi kebun yang jaraknya jauh, yaitu sekitar 1 jam menggunakan ketinting. Selain itu, kemampuan ini juga dibutuhkan saat mama menjaring ikan. Menjaring ikan dilakukan di aliran kali Kais dengan lokasi yang harus ditempuh menggunakan perahu (mendayung) sekitar 20 menit jarak terdekat. Atau ketinting untuk yang jaraknya agak jauh .
Satu hal lagi yang membuat saya terpukau adalah kekuatan kepala dari mama. Semua barang yang dibawa mama, pasti dipikul di atas kepala, baik dengan atau tanpa noken. Selain hasil kebun, ketika mencuci piring ataupun pakaian, semuanya dimasukkan ke dalam baskom besar dan dipikul di atas kepala. Begitu juga dengan kayu bakar. Pencarian kayu bakar untuk memasak juga dilakukan oleh mama. Untuk mendapatkan kayu bakar, mama harus berjalan menuju hutan yang jaraknya tidak dekat, sekitar 20 menit untuk jarak terdekat. Setelah itu, menebang pohon, dan membawa pulang kayu bakar yang sudah dipotong-potong menggunakan noken di atas kepala. Kayu bakar yang dibawa tidak sedikit karena akan digunakan untuk beberapa hari agar tidak setiap hari mencari kayu bakarnya.
Hal lainnya yang dilakukan mama adalah menimba air minum dan air masak. Dengan kondisi kampung yang ada, kebutuhan air minum dan masak harus diambil di perigi (sumber air) yang tentunya tidak berada tepat di belakang rumah walaupun tidak terlau jauh juga (sekitar 3-5 menit). Untuk mengangkut air, mama menggunakan jerigen berukuran 5 liter. Sekali menimba, mama bisa membawa 4-6 jirigen. Caranya adalah menggunakan kain atau selendang yang dimasukkan ke dalam lubang pegangan semua jirigen. Setelah itu, kain atau selendang diikat di depan dada , seperti posisi menggendong bayi di punggung. Terkadang, kain atau selendang diikat di atas kepala, seperti halnya saat memikul noken berisi hasil panen ataupun kayu bakar.
Itulah gambaran ‘pekerjaan rumah’ yang dilakukan mama-mama di kampung IkMut dengan tetap melakukan ‘pekerjaan rumah’ pada umumnya, seperti memasak, mencuci piring, mencuci pakain, merapikan rumah, dan mengasuh anak. Karena itulah, saya memberi sebutan Wonder Mother  untuk mama-mama di kampung ini.

0 Comments



Leave a Reply.

    Nasia damawe

    Selamat datang di blog Cerita Penggerak. Enjoy it!

    top post

    May 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020

    kategori

    All

    RSS Feed

Site powered by Weebly. Managed by Rumahweb Indonesia
  • Home
  • About Us
  • Program
  • Documentation
  • Blog